Kisah Pemilik Go-Jek - Sebuah layanan booking ojek online telah lahir dari tangan hambar cowok orisinil Pekalongan ini di tahun 2010. Go-Jek hari-hari ini telah menyita perhatian banyak orang terutama penduduk Jakarta yang setiap hari sudah dekat dengan yang namanya kemacetan. Pemilik Go-Jek, Nadiem Makarim yaitu lulusan S2 Harvard University dengan gelar MBA. Nadiem yang juga pengguna ojek, ketika berbincang-bincang dengan para tukang ojek yang biasa stand by di pangkalan Nadiem jadi paham jikalau sebagian besar waktu para tukang ojek itu hanya untuk menunggu penumpang yang mendatangi pangkalan untuk memakai jasa mereka.
Ia pun kemudian berfikir bagaimana caranya supaya para pengojek ini sanggup memperoleh penumpang dengan cepat dan calon pengguna pun tak perlu lagi ke pangkalan lagi ketika ingin memesan. Maka didirikanlah Go-Jek, sebuah layanan pemesanan jasa ojek yang cukup mudah dan gampang dipakai yang menaungi para pengojek. Dengan layanan ini konsumen tak perlu lagi beradu argumen dengan driver ketika tawar-menawar harga alasannya standar harga telah ditetapkan. Pemilik Go-Jek pun memberlakukan sistem bagi hasil untuk layanannya ini dimana pembayaran yang diperoleh dari penumpang itu 80 % untuk driver dan yang 20 % untuk Go-Jek.
Tingkat kemacetan Jakarta yang sudah menyentuh level kronis berdampak ke segala bidang termasuk ke suplai barang. Hal inilah yang menciptakan Go-Jek kemudian mendiversifikasikan layanannya. Tak hanya untuk antar jemput penumpang namun juga tersedia untuk mengirim barang (kurir), jasa membelikan sajian masakan dan jasa berbelanja. Kemudian juga bekerja sama dengan beberapa perusahaan untuk menangani suplai produk ke konsumen.
Nadiem menerapkan teknologi terkini untuk usahanya ini yang mana pengguna cukup membuka aplikasi Go-Jek di smartphone ketika akan memesan. Setiap armada ojek yang dimiliki sudah terpasang GPS dengan begitu posisi terkini driver ojek sanggup dimonitor via smartphone. Tarif pun sudah ada standarnya tergantung jauh dekatnya jarak tempuh. Di samping itu pembayaran pun menyediakan pilihan credit di sajian My Wallet selain pembayaran secara cash. Untuk menunjukkan keamanan penuh kepada para penumpang, Go-Jek pun melaksanakan seleksi ketat terhadap para calon pengemudi dan juga kendaraan yang akan dipakai beroperasi.
Nadiem Makarim, pendiri Go-Jek tak cuma berhasil memperbaiki sektor bisnis informal khususnya ojek, namun juga sukses menggandeng kalangan tukang ojek sekaligus penumpangnya. Go-Jek pun dengan niscaya sanggup memberi nilai plus yang selalu didambakan baik pengojek maupun penumpangnya. Untuk tukang ojek pendapatannya jadi meningkat sementara untuk penumpang kenyamanan dan keamanannya makin terjamin. Go-Jek pun menginspirasi pihak-pihak lain untuk membuka layanan homogen dengan merek lain menyerupai Grab Bike, Blu-Jek dan O'Jack.
Dengan segala prestasinya tersebut masuk akal bila Go-Jek dinobatkan menjadi perusahaan start-up yang memiliki tingkat pertumbuhan terbesar dan tercepat di Indonesia. Lebih-lebih lagi setelah layanan ini tersedia untuk konsumen di kota-kota menyerupai Bali, Bandung, Surabaya dan Makassar. Armada yang dimilikinya sekarang pun membengkak hinga 10 ribu driver, dan yang menarik 50 orang diantaranya ternyata yaitu pengojek wanita. Saat ini yang paling dibutuhkan menyerupai penuturan pendiri Go-Jek yaitu adanya semacam peraturan yang mengatur keabsahan penggunaan motor sebagai alat angkutan. Ini tentu tak gampang alasannya UU Lalu Lintas dan Jalan Raya yang sudah ada tak mengatur adanya ojek sebagai salah satu bentuk angkutan umum yang diperbolehkan.