-->

Villa Angker



Cerita Hantu : Bermalam di villa angker

Kejadian ini saya alami sekitar satu tahun yang lalu di sebuah villa di daerah Cimacan, Jawa Barat.

Saat itu merupakan liburan semester, saya dan 14 teman kampus saya berencana untuk menginap selama dua hari di sebuah villa di Puncak. Hari itu kami bersepakat untuk berangkat bersama dari kampus dengan menaiki kereta sampai stasiun Bogor dan mencarter angkot sampai villa, hehehe

maklumlah kami semua mahasiswa jadi prinsip kami harus jalan-jalan asyik dengan budget seminim mungkin. Di perjalanan kami bercanda ria, cuaca hari itu juga cerah.

Namun, ketika kami mulai memasuki daerah puncak cuaca mulai berubah, angin bertiup sangat kencang dan langit mendung tetapi tidak turun hujan. Sangking kencangnya angin tersebut, di sepanjang jalan menuju Puncak Pass kami melihat beberapa papan reklame berukuran kecil dan medium tumbang, bahkan berita mengenai angin kencang tersebut sempat ditayangkan di tv.

Setelah menempuh perjalanan hampir tiga jam (kami terjebak macet di jalan menuju Puncak) akhirnya kami sampai di villa tersebut. Pemilik villa tersebut merupakan teman dari Siska,

teman kami yang saat itu juga ikut, karena Siska kenal baik dengan pemiliknya maka kami diberi harga sewa yang lumayan murah. Villa tersebut cukup besar, ia memiliki 4 buah kamar dengan kamar mandi di tiap kamar tersebut.

Ada sebuah kolam renang dan sebuah saung di halaman belakang villa tersebut, di saung tersebut juga terdapat sebuah pondok kecil. Di sebelah villa tersebut juga terdapat sebuah villa yang lebih kecil yang nampaknya sudah lama tidak dipergunakan karena sudah kotor dan tidak terawat.

Kami mulai hari tersebut dengan pembagian kamar, setelah kami amati kamar yang "layak" ditempati hanya dua, jadi kami sepakat untuk menggunakan dua kamar tersebut,

satu kamar untuk perempuan dan satunya lagi untuk para laki-laki (kami berlima belas, 10 perempuan 5 laki-laki) karena perempuan lebih banyak maka kami mendapat kamar yang paling besar.

Oh, ya, kamar-kamar di villa tersebut lumayan luas dengan masing masing dua tempat tidur besar. Letak kamarnya berjajar di sisi kanan dan kiri.

Kamar yang kami gunakan adalah kamar sebelah kanan dan kiri paling depan. Dua kamar lainnya tidak kami gunakan karena kami nilai kamar mandinya kurang bersih serta kurang mendapat cahaya matahari sehingga terkesan lembab dan pengap.

Hari pertama sampai di villa kami lalui dengan nyaman, kami sudah membagi tugas, siapa saja yang memasak dan siapa yang bertugas mencuci piring.

Malam pun tiba, kami semua bersepakat untuk berkumpul di saung belakang villa untuk mengobrol, bermain bersama di sana. Hari itu saya tidak enak badan karena belum sempat sarapan dan hanya makan sepotong kecil roti di siang hari,

ditambah lagi cuaca yang tidak bersahabat hari itu jadilah saya masuk angin. Malam itu saya muntah-muntah dan sempat beberapa kali bolak-balik dari saung ke dalam villa.

Karena teman-teman saya kasihan melihat saya, mereka meminta saya untuk tiduran saja di dalam kamar. Akhirnya saya memutuskan untuk tiduran saja di kamar sendirian, saya tidak mau mengganggu mereka yang sedang asik main truth or dare.

Ketika saya sedang rebahan di kasur, tiba-tiba saya dikagetkan oleh suara sentakkan jendela yang sangat keras. Jendela di kamar itu memang tidak ditutup dan hanya dikaitkan, angin malam itu juga masih bertiup lumayan kencang.

 Sentakan jendela yang keras tersebut terus terjadi selama beberapa saat, dan anehnya sentakannya seperti berirama, seperti ada "seseorang" atau "sesuatu" yang sengaja menyentaknya dengan keras. Saya mulai menyadari ada "sesuatu" di kamar itu, lalu saya menggumam,

"Maaf, saya cuma mau rebahan sebentar, saya tidak akan mengganggu, jadi tolong kamu juga jangan mengganggu"

setelah saya mengucapkan kalimat itu tiba-tiba keran air di kamar mandi menyala, saya kembali berujar,
"Tolong jangan ganggu saya, maaf kalau kamu tidak suka, saya cuma mau rebahan"

Tidak lama kemudian suara hentakan jendela mulai memelan dan keran air mulai mengecil dan mati. Sekitar lima menit kemudian dua orang teman saya datang menemani saya, ketika mereka datang, keran air kembali mengucur.

Mereka sempat heran dan bingung mengapa keran air tiba-tiba menyala, saya hanya tersenyum, mereka nampaknya mengerti maksud saya. Mereka lalu mengajak saya kembali ke saung untuk makan malam dan berkumpul dengan teman-teman yang lain. Karena merasa kurang nyaman dan sudah lapar, akhirnya saya ikut kembali ke saung.

Ketika kami sedang makan malam bersama di saung, tiba-tiba mati lampu. Teman-teman yang penakut langsung panik, suasana di saung lumayan gelap tapi masih sedikit terbantu dengan cahaya bulan purnama.

Kami semua berusaha untuk tenang, Siska menelepon Mang Asep–penjaga villa–untuk datang dan membawakan lilin.  Tidak lama kemudian Mang Asep datang dengan membawa sekotak lilin dan sebuah lampu petromak.

Siska sempat berbincang sebentar dengan Mang Asep. Ternyata PLN memang sengaja mematikan aliran listrik di daerah sekitar villa karena pengaruh angin kencang tadi sore, jadi kami terpaksa harus bersabar sampai listrik kembali dinyalakan, Mang Asep tidak bisa menemani kami karena di  rumahnya istrinya sedang sendirian.

Dinda, teman saya yang memiliki six sense meminta kami semua untuk tetap tenang dan berdoa,

"Teman-teman please, jangan berhenti berdoa dan jangan ngeluarin kata-kata kotor ya"

tiba-tiba ia memecah keheningan dengan berujar demikian, saya secara pribadi sangat mengerti kenapa dia berujar demikian, lah wong saya sudah lebih dulu "diganggu".

Sekitar pukul 21.00 kami memutuskan untuk masuk ke dalam villa untuk tidur karena udara di luar semakin dingin. Kami memutuskan utuk tidak tidur di kamar.

Akhirnya kami mengmbil semua kasur yang ada di kamar dan menjejerkannya di ruang tengah, kemudian kami tidur di sana ramai-ramai. Sebelum kami mengambil kasur dan selimut, Dinda berpesan pada kami,

"Sebelum ngambil bilang permisi dulu ya, oh ya nanti kalo tiba-tiba ada yang "minta" kasurnya, kasih aja, dan please jangan sampai terucap kata-kata kotor sedikit pun"

Beberapa teman saya sempat bingung dan agak paranoid karena ucapan Dinda tersebut. Malam itu akhirnya kami tidur di ruang tengah itu beramai-ramai, namun kami tidak bisa langsung terlelap.

Kami memutuskan untuk sedikit memecah keheningan dengan bermain tebak-tebakan hingga kami mengantuk dan terlelap.

Esoknya ketika subuh menjelang beberapa teman bangun untuk menjalankan shalat, ternyata listrik sudah kembali menyala. Kami menjalani hari tersebut dengan riang karena cuacanya sudah baik,

angin tidak berhembus sekencang kemarin dan langit sangat cerah, beberapa teman saya mendapat telepon dari orang tua mereka yang khawatir dengan pemberitaan mengenai cuaca di puncak kemarin.

Kami kembali berkumpul di saung untuk sarapan dan mengobrol. Ternyata hampir semua teman saya merasakan hawa yang sangat panas tadi malam ketika mereka tidur.

Selain itu menurut pengakuan Nina, teman saya yang tidur paling pojok, lilin yang di taruh di sebelahnya tiba-tiba jatuh beberapa kali setelah berusaha ditegakkan.

Nina sempat ketakutan namun ia tidak tega membangunkan teman yang lain, akhirnya lilinnya dimatikan. Dinda yang mendengar cerita itu hanya tersenyum, senyum khasnya yang memiliki sebuah arti yang sudah kami pahami.

Siangnya kami memutuskan untuk berjalan-jalan ke Cibodas sampai sore. Sorenya kami kembali ke villa dan bersantai hingga malam. Malam itu tidak semencekam kemarin karena listrik menyala namun kami memutuskan

untuk tidak berkumpul di saung karena angin kembali bertiup kencang, jadilah malam itu kami berkumpul di kasur di ruang tengah. Kami kembali bermain tebak-tebakan dan truth or dare hingga kami terlelap.

Keesokan paginya kami sudah mulai bersiap untuk pulang karena angkot yang kami carter akan datang menjemput pukul 11.00. Ketika perjalanan pulang, di angkot kami semua membicarakan kejadian-kejadian yang kami alami selam di villa itu.

Kami penasaran dengan Dinda, "
makhluk" apa saja yang ia lihat selama di sana,
"Banyak banget, waktu malam pas mati lampu itu mereka semua berkumpul di sekeliling kita mengawasi, wah gue sampe berdoa gak berhenti, takut kalo di antara mereka ada yang marah trus masuk ke dalam salah satu dari kita, bisa repot"

Kami semua terbengong mendengar penuturan Dinda, pantas saja sebagian besar teman saya merasakan hawa yang sangat panas. Selain itu di salah satu kamar villa tersebut (kamar sisi kanan paling belakang) terdapat dua buah kursi antik yang memiliki ukiran dan berjok beludru warna merah,

"Itu singgasananya salah satu
makhluk gaib paling kuat di villa itu" ujar Dinda lagi. Kami kembali terbengong, kursi itu seakan memiliki daya tarik, setiap kami melintasi ruang tengah, mata kami seakan ‘tertarik’ untuk melihat kursi tersebut.



Sumber
LihatTutupKomentar