Istilah Pelakor bahwasanya sudah booming eh kok booming ya, itu kan bahasa Inggris, harusnya saya gunakan bahasa Indonesia. Melejit. Istilah Pelakor sudah melejit semenjak final tahun 2017. Waktu itu saya sudah menulis artikel perihal arti pelakor. Artikel yang menjadi salah satu dengan pembaca dan pembacaan terbanyak dalam blog ini.
Nah, dalam perkembangannya tidak hanya ada istilah pelakor. Tapi kemudian ada bentuk turunannya yaitu kata Melakor. Nah lho apalagi ini. Pada dasarnya kedua istilah itu, baik 'pelakor' maupun 'melakor' sama-sama istilah gres dan 'tidak diakui' lebih tepatnya 'belum diakui' sebagai kosakata bahasa Indonesia. Buktinya masih belum ada dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, sebagai kamus rujukan untuk kodifikasi istilah dalam bahasa Indonesia.
Meskipun 'tidak diakui' oleh Bahasa Indonesia, alasannya ialah istilah itu berkembang di Indonesia maka pelakor dan melakor dapat dijelaskan proses pembentukan istilahnya melalui kaidah bahasa Indonesia dan bahasa daerah, khususnya Jawa.
Kaidah bahasa Jawa juga memengaruhi (ingat bukan mempengaruhi) pembentukan istilah di Indonesia khususnya istilah-istilah tidak baku dan dalam ragam bahasa santai atau percakapan. Seperti dalam istilah melakor.
Seperti yang pernah saya jelaskan dalam artikel sebelumnya, pelakor itu sebutan untuk pelakunya. Orang yang melaksanakan kegiatan. Kaprikornus ditujukan kepada orang perempuannya. Dalam kaidah bahasa Indonesia disebut sebagai nomina atau kata benda. Misalnya kata pelari maka dilihat dari maknanya, pelari ialah orang yang melaksanakan acara berlari.
Begitu juga dengan melakor. Jika pelakor adalah nomina alias kata benda, maka melakor adalah verba alias kata kerja. Jadi, istilah melakor bisa disebut sebagai turunan dari pelakor. Jika pelakor adalah orangnya maka melakor adalah pekerjaan yang dilakukan.
Dirunut dari asal-usul istilahnya, sanggup disebut sebagai kependekan (sekali lagi bukan singkatan) merebut laki orang. Tapi jikalau dianggap pelakor sebagai sebuah kata atau istilah tersendiri pembentukan kata melakor bisa melalui proses nasalisasi.
Untuk lebih mudahnya kita ambil tumpuan dalam bahasa tempat Jawa. Dalam kaidah bahasa Jawa ada afiks (imbuhan) lebih tepatnya awalan (prefiks) nassal. Misalnya kata kerja pacul (cangkul) mendapat imbuhan nasal sehingga abjad p luluh dan berubah menjadi ny sehingga kata bentukannya nyangkul. Jika cangkul adalah kata benda, nyangkul adalah kata kerja.
Kaidah dalam bahasa Jawanya, pacul menjadi macul. Pekerjaan mencangkul. Begitu juga dengan pelakor kan? Menjadi melakor. Huruf p luluh dan diganti dengan nasal yang bermetamorfosis m.
Apakah istilah melakor dan pelakor bisa diakomodasi menjadi salah satu istilah dalam bahasa Indonesia dan masuk dalam daftar lema dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi selanjutnya? Kita tunggu saja. Hehehehe.
Nah, dalam perkembangannya tidak hanya ada istilah pelakor. Tapi kemudian ada bentuk turunannya yaitu kata Melakor. Nah lho apalagi ini. Pada dasarnya kedua istilah itu, baik 'pelakor' maupun 'melakor' sama-sama istilah gres dan 'tidak diakui' lebih tepatnya 'belum diakui' sebagai kosakata bahasa Indonesia. Buktinya masih belum ada dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, sebagai kamus rujukan untuk kodifikasi istilah dalam bahasa Indonesia.
Meskipun 'tidak diakui' oleh Bahasa Indonesia, alasannya ialah istilah itu berkembang di Indonesia maka pelakor dan melakor dapat dijelaskan proses pembentukan istilahnya melalui kaidah bahasa Indonesia dan bahasa daerah, khususnya Jawa.
Kaidah bahasa Jawa juga memengaruhi (ingat bukan mempengaruhi) pembentukan istilah di Indonesia khususnya istilah-istilah tidak baku dan dalam ragam bahasa santai atau percakapan. Seperti dalam istilah melakor.
Seperti yang pernah saya jelaskan dalam artikel sebelumnya, pelakor itu sebutan untuk pelakunya. Orang yang melaksanakan kegiatan. Kaprikornus ditujukan kepada orang perempuannya. Dalam kaidah bahasa Indonesia disebut sebagai nomina atau kata benda. Misalnya kata pelari maka dilihat dari maknanya, pelari ialah orang yang melaksanakan acara berlari.
Begitu juga dengan melakor. Jika pelakor adalah nomina alias kata benda, maka melakor adalah verba alias kata kerja. Jadi, istilah melakor bisa disebut sebagai turunan dari pelakor. Jika pelakor adalah orangnya maka melakor adalah pekerjaan yang dilakukan.
Dirunut dari asal-usul istilahnya, sanggup disebut sebagai kependekan (sekali lagi bukan singkatan) merebut laki orang. Tapi jikalau dianggap pelakor sebagai sebuah kata atau istilah tersendiri pembentukan kata melakor bisa melalui proses nasalisasi.
Untuk lebih mudahnya kita ambil tumpuan dalam bahasa tempat Jawa. Dalam kaidah bahasa Jawa ada afiks (imbuhan) lebih tepatnya awalan (prefiks) nassal. Misalnya kata kerja pacul (cangkul) mendapat imbuhan nasal sehingga abjad p luluh dan berubah menjadi ny sehingga kata bentukannya nyangkul. Jika cangkul adalah kata benda, nyangkul adalah kata kerja.
Kaidah dalam bahasa Jawanya, pacul menjadi macul. Pekerjaan mencangkul. Begitu juga dengan pelakor kan? Menjadi melakor. Huruf p luluh dan diganti dengan nasal yang bermetamorfosis m.
Apakah istilah melakor dan pelakor bisa diakomodasi menjadi salah satu istilah dalam bahasa Indonesia dan masuk dalam daftar lema dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi selanjutnya? Kita tunggu saja. Hehehehe.