Perlawanan Menentang Kolonialisme dan Imperialisme Barat
Periode Sebelum Abad Ke-18
1. Perlawanan Dipati Unus (1518 – 1521)
Hanya kurang lebih satu tahun sesudah kedatangan Portugis di Malaka (1511), perlawanan terhadap dominasi Barat mulai muncul.
Jatuhnya Malaka ke pihak Portugis sangat merugikan jaringan perdagangan para pedagang Islam dari Kepulauan Indonesia.Solidaritas sesama pedagang Islam terbangun dikala Malaka jatuh ke pihak Portugis.
Kerajaan Aceh, Palembang, Banten, Johor, dan Demak bersekutu untuk menghadapi Portugis di Malaka. Pada tahun1513, Demak mengadakan penyerangan terhadap Portugis di Malaka.
Penyerangan tersebut dipimpin oleh Adipati Unus, putra Raden Patah. Namun alasannya yakni faktor jarak yang begitu jauh dan peralatan perang yang kurang seimbang serta taktik perang kurang jitu, penyerangan tidak berhasil.
2. Perlawanan Panglima Fatahillah (1527 – 1570)
Dalam rangka memperluas ekspansinya ke daerah Barat, Demak mengirim Fatahillah untuk menggagalkan rencana kolaborasi antara Portugis dan Pajajaran. Pada tahun 1527, Fatahillah mengadakan penyerangan terhadap Portugis di Sunda Kelapa. Serangan tersebut berhasil mengusir Portugis dari Sunda Kelapa.
Selanjutnya pada tanggal 22 Juni 1527 nama Sunda Kelapa diganti menjadi Jayakarta atau Jakarta yang berarti kemenangan yang sempurna. Fatahillah diangkat oleh Sultan Trenggono sebagai wakil Sultan Demak yang memerintah di Banten dan Jayakarta.
3. Perlawanan Sultan Baabullah (1570 – 1583)
Raja Ternate yang sangat gigih melawan Portugis yakni Sultan Hairun yang bersifat sangat anti-Portugis. Beliau dengan tegas menentang perjuangan Portugis untuk melakukan monopoli perdagangan di Ternate.
Rakyat Ternate di bawah pimpinan Sultan Hairun melaksanakan perlawanan. Rakyat menyerang dan aben benteng-benteng Portugis. Portugis kewalahan menghadapi perlawanan tersebut.
Dengan kekuatan yang lemah, tentu saja Portugis tidak bisa menghadapi perlawanan. Oleh alasannya yakni itu, pada tahun 1570 dengan licik Portugis mengatakan tipu perdamaian. Sehari sesudah sumpah ditandatangani, de Mosquito mengundang Sultan Hairun untuk menghadiri pesta perdamaian di benteng. Tanpa curiga Sultan Hairun hadir, dan kemudian dibunuh oleh kaki tangan Portugis.
Peristiwa ini menimbulkan kemarahan besar bagi rakyat Maluku dan terutama Sultan Baabullah, anak Sultan Hairun. Bersama rakyat, Sultan Baabullah bertekad menggempur Portugis.
Pasukan Sultan Baabullah memusatkan penyerangan untuk mengepung benteng Portugis di Ternate. Lima tahun lamanya Portugis mampu bertahan di dalam benteng yang akibatnya mengalah pada tahun 1575 alasannya yakni kehabisan bekal. Kemudian Portugis melarikan diri ke Timor Timur.
4. Perlawanan Sultan Iskandar Muda (1607 - 1636)
Penyerangan Aceh terhadap Portugis di Malaka pertama kali dilakukan pada masa pemerintahan Sultan Alaudin Riayat Syah. Untuk itu, Sultan Alaudin Riayat Syah mengirim utusan ke Konstantinopel (Turki) untuk meminta sumbangan militer dan seruan khusus mengenai pengiriman meriam-meriam, pembuatan senjata api, dan penembak-penembak. Selain itu, Aceh juga meminta sumbangan dari Kalikut dan Jepara.
Dengan semua sumbangan dari Turki maupun kerajaan-kerajaan lainnya, Aceh mengadakan penyerangan terhadap Portugis di Malaka pada tahun 1568. Namun penyerangan tersebut mengalami kegagalan.
Meskipun demikian, Sultan Alaudin telah memperlihatkan ketangguhan sebagai kekuatan militer yang disegani dan diperhitungkan di daerah Selat Malaka.
Penyerangan terhadap Portugis dilakukan kembali pada masa Sultan Iskandar Muda memerintah. Pada tahun 1629, Aceh menggempur Portugis di Malaka dengan sejumlah kapal yang memuat 19.000 prajurit. Pertempuran sengit tak terelakkan yang kemudian berakhir dengan kekalahan di pihak Aceh.
5. Perlawanan Sultan Agung Hanyokrokusumo (1613 – 16 45)
Raja Mataram yang populer yakni Sultan Agung Hanyokrokusumo. Beliau di samping cakap sebagai raja juga fasih dalam hal seni budaya, ekonomi, sosial, dan perpolitikan. Beliau berhasil mempersatukan kerajaan-kerajaan Islam di Jawa ibarat Gresik (1613), Tuban (1616), Madura (1624), dan Surabaya (1625).
Setelah berhasil mempersatukan kerajaan-kerajaan Islam di Jawa, Sultan Agung mengalihkan perhatiannya pada VOC (Kompeni) di Batavia. VOC di bawah pimpinan Jan Pieterzoon Coen berusaha mendirikan benteng untuk memperkuat monopolinya di Jawa. Niat VOC (kompeni) tersebut menciptakan murka Sultan Agung sehingga menjadikan Mataram sering bersitegang dengan VOC (kompeni).
Sultan Agung menyadari bahwa kompeni Belanda tidak sanggup dipercaya. Oleh alasannya yakni itu pada tanggal 22 Agustus 1628 Sultan Agung memerintahkan penyerangan pasukan Mataram ke Batavia. Pasukan Mataram dipimpin oleh Tumenggung Baurekso dan Dipati Ukur.
Kemudian tahun1629, Mataram kembali menyerang VOC di Batavia di bawah pimpinan Suro Agul-Agul, Kyai Adipati Mandurareja, dan Dipati Upasanta. Meskipun tidak berhasil mengusir VOC dari Batavia, Sultan Agung sudah menunjukkan semangat anti penjajahan absurd khususnya kompeni Belanda.
6. Perlawanan Sultan Ageng Tirtayasa (1651 – 1683)
Sultan Ageng merupakan musuh VOC yang tangguh. Pihak VOC ingin mendapat monopoli lada di Banten. Pada tahun 1656 pecah perang. Banten menyerang daerah-daerah Batavia dan kapal-kapal VOC, sedangkan VOC memblokade pelabuhan.
Pada tahun 1659 tercapai suatu penyelesaian damai. VOC mencari siasat memecah belah dengan memanfaatkan konflik internal dalam keluarga Kerajaan Banten.
Sultan Ageng Tirtayasa mengangkat putranya yang bergelar Sultan Haji (1682 – 1687) sebagai raja di Banten. Sultan Ageng dan Sultan Haji berlainan sifatnya. Sultan Ageng bersifat sangat keras dan anti-VOC sedang Sultan Haji lemah dan tunduk pada VOC.
Maka ketika Sultan Haji menjalin hubungan dengan VOC, Sultan Ageng menentang dan eksklusif menurunkan Sultan Haji dari tahtanya. Namun, Sultan Haji menolak untuk turun dari tahta kerajaan.
Untuk mendapat tahtanya kembali, Sultan Haji meminta sumbangan pada VOC. Pada tanggal 27 Februari 1682 pasukan Sultan Ageng menyerbu Istana Surosowan di mana Sultan Haji bersemayam. Namun mengalami kegagalan alasannya yakni persenjataan Sultan Haji yang dibantu VOC lebih lengkap.
Tahun 1683 Sultan Ageng berhasil ditangkap, dan Sultan Haji kembali menduduki tahta Banten. Meskipun Sultan Ageng telah ditangkap, perlawanan terus berlanjut di bawah pimpinan Ratu Bagus Boang dan Kyai Tapa.
7. Perlawanan Sultan Hasanuddin (165 4 – 1669)
Perdagangan di Makassar mencapai per- kembangan pesat pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin. Banyak pedagang dari banyak sekali negara ibarat Cina, Jepang, Sailan, Gujarat, Belanda, Inggris, dan Denmark yang berdagang di Bandar Sambaopu. Bahkan untuk mengatur perdagangan, dikeluarkanlah aturan pelayaran dan perdagangan Ade Allopilloping Bacanna Pabalue.
Ketika VOC tiba ke Maluku untuk mencari rempah- rempah, Makassar juga dijadikan daerah target untuk dikuasai. VOC melihat Makassar sebagai daerah yang menguntungkan alasannya yakni pelabuhannya ramai dikunjungi pedagang dan harga rempah-rempah sangat murah. VOC ingin menerapkan monopoli perdagangan namun ditentang oleh Sultan Hasanuddin.
Pada bulan Desember 1666, armada VOC dengan kekuatan 21 kapal yang dilengkapi meriam, mengangkut 600 tentara yang dipimpin Cornelis Speelman tiba dan menyerang Makassar dari laut.
Arung Palaka dan orang-orang suku Bugis rival suku Makassar membantu VOC menyerang melalui daratan. Akhirnya VOC dengan sekutu-sekutu Bugisnya keluar sebagai pemenang.
Sultan Hasanuddin dipaksa menandatangani Perjanjian Bongaya pada tanggal 18 November 1667, yang berisi:
1) Sultan Hasanuddin memberi kebebasan kepada VOC melaksanakan perdagangan,
2) VOC memegang monopoli perdagangan di Sombaopu,
3) Benteng Makassar di Ujungpandang diserahkan pada VOC,
4) Bone dan kerajaan-kerajaan Bugis lainnya terbebas dari kekuasaan Gowa.
Sultan Hasanuddin tetap gigih, masih mengobarkan pertempuran-pertempuran. Serangan besar-besaran terjadi pada bulan April 1668 hingga Juni 1669, namun mengalami kekalahan. Akhirnya Sultan tak berdaya, namun semangat juangnya menentang VOC masih dilanjutkan oleh orang-orang Makassar.
Karena keberaniannya itu, Belanda memberi julukan Ayam Jantan dari Timur kepada Sultan Hasanuddin.
Sumber : Buku IPS untuk SMP/MTs Kelas VIII
Penulis : Sanusi Fattah Amin Hidayat Juli Waskito, Moh. Taukit Setyawan